- Buku tamu
- Download Youtube GRATIS
- Tentang situs
- Tentang kelud
- Shorten Url
- Download
- Profile Mau uang mengucur
dari internet?..Buruan daftar...
Lumayan buat tambah penghasilan..
Buruan daftar sekarang juga..
Situs ini di biayai oleh
Adsense Indonesia,mygama
SITI,situs ini bertujuan
untuk mempermudah mencari
kabar berita dan
aktifitas terbaru Gunung Kelud
Gunung kelud (sering disalahtuliskan menjadi Kelut yang berarti "sapu" dalam bahasa Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur ...read more
Posted in Won9keluD WaP by Admin on , 20 November 2012
Posted in Won9kelud Wap by Admin on 20 Maret 2015
Won9keluD WaP - Dalam perjalanan hidup Bung Karno,
peristiwa penyerahan surat perintah ke
Soeharto, yang kemudian menggantikan
Bung Karno menjadi presiden, mungkin
bisa dikatakan sebagai momen yang
menentukan.
Sebelum penyarahan surat
ini, ternyata suasana Jakarta tegang
dan mencekam.
Pada 10 Maret malam, Bung Karno
terpaksa diungsikan ke Istana Bogor
karena alasan keamanan.
Bagaimana
Bung Karno melewati hari-hari yang
menegangkan itu? Berikut lanjutan
kesaksian Mangil seperti yang tertulis
dalam bukunya berjudul Kesaksian
tentang Bung Karno 1945–1967.
JAKARTA, awal Maret 1966. Hari-hari
terakhir ini banyak demonstrasi. Tak
jarang demonstrasi ini menuju ke Istana
Bung Karno. Pada suatu malam, tepatnya
pada 10 Maret 1966, Bung Karno
memanggil Mangil.
’’Mangil, andaikata
ada pasukan tank yang datang kemari
untuk menangkap atau membunuh Bapak,
apakah kamu ada waktu untuk membawa
Bapak keluar dari Istana. Mangil,
Bapak ini tua-tua begini masih kuat
jalan kaki kalau kamu menghendaki
Bapak keluar dari Istana dengan jalan
kaki,’’ kata Bung Karno.
Mangil menjawab bisa. Mendengar
jawaban ini, Bung Karno tampak lega.
Waktu itu putra-putri Bung Karno
tengah tidur di kamar masing-masing di
Istana Merdeka. Karena alasan
keamanan, malam itu juga Bung Karno
dibawa ke Istana Bogor. Rombongan
Bung Karno melewati rute jalan-jalan
kampung.
Waktu itu, jalannya bukan
aspal, tetapi tanah. Selain tidak
beraspal, jalan ini juga kecil, tidak
rata, banyak comberan, dan gelap
sekali. Cahaya hanya berasal dari
lampu mobil yang dikendarai Bung
Karno dan rombongan.
Pagi-pagi sekali, rombongan Bung Karno
ini tiba dengan selamat di Istana Bogor.
Sebelas Maret 1966, pagi hari. Bung
Karno sudah berangkat dari Istana
Bogor menuju Istana Merdeka Jakarta
karena ada laporan situasi telah
memungkinkan bagi Bung Karno untuk
kembali ke Jakarta. Diputuskan Bung
Karno ke Jakarta dengan helikopter.
Dalam helikopter yang ditumpangi Bung
Karno ini, tampak ajudan senior
presiden yang juga Komandan Resimen
Cakrabirawa Brigjen Sabur, Komandan
Datasemen Kawal Pribadi Mangil, dan
Pilot Kolonel Penerbang Kardjono. Yang
terakhir ini juga ajudan presiden dari
unsur AURI (sekarang TNI AU).
Tak lama kemudian, rombongan dari
Bogor ini mendarat di depan Istana
Merdeka. Bung Karno langsung menuju
salah satu ruang di Istana Negara dan
memimpin sidang kabinet. Ketika rapat
tengah berlangsung, ada informasi
bahwa banyak tentara liar di lapangan
sekitar Monas yang letaknya tak begitu
jauh dari Istana Merdeka, tempat
helikopter kepresidenan diparkir.
Mereka tidak memakai tanda kesatuan.
Makanya disebut pasukan liar.
Brigjen Sabur, komandan Cakrabirawa,
segera memerintah perwira
bawahannya, Mayor Sutarjo, untuk
mengecek kebenaran informasi yang
baru saja diterima. Setelah perwira
yang ditugasi kembali dan melapor,
memang betul di sekitar Monas ada
tentara yang dikatakan liar itu.
Dia
menyebut tentara ini dari RPKAD.
Setelah mendengar laporan ini, Sabur
masuk ke Istana Negara untuk
berunding dengan Mayjen Amirmachmud
yang sedang mengikuti sidang kabinet
selaku Pangdam V/Jakarta Raya.
Pembicaraan Sabur dengan Amirmachmud
memutuskan agar Bung Karno pergi ke
Istan Bogor dengan helikopter. Atas
saran dua jenderal ini, Bung Karno pun
ke Istana Bogor dengan helikopter.
Dari Istana Negara, Bung Karno
berjalan kaki menuju Istana Merdeka,
selanjutnya ke tempat parkir
helikopter yang berada di luar pagar
Istana Merdeka, disertai Amirmachmud
dan Mangil. Dalam perjalanan, di dekat
koepel (sekolah taman kanakkanak
Istana Presiden) antara Istana Negara
dan Istana Merdeka, Bung Karno
bertanya kepada Amirmachmud,’’Mir,
ada apa lagi ini?’’ Amirmachmud yang
beberapa tahun kemudian menjadi
Mendagri ini menjawab, ’’Itu tentara di
luar tidak banyak. Paling-paling 50
orang. Bapak pergi saja ke Istana
Bogor.’’
Bung Karno, Amirmachmud, dan
Mangil terus berjalan menuju tempat
helikopter melewati Istana Merdeka.
Setelah Bung Karno, Sabur, dan Mangil
naik di dalam helikopter, pilot
Kardjono mulai menerbangkan
helikopter mengarah ke Bogor.
Sementara, Amirmachmud sendiri terus
menuju Istana Negara. Sebelum
helikopter start, Kardjono oleh Mangil
diminta tidak terbang melalui daerah
Monas, tetapi ke arah utara dan barat
dulu, dalam upaya untuk menyelematkan
Bung Karno dari jangkauan jarak
tembak tentara liar.
Sewaktu Bung Karno keluar halaman
Istana Merdeka, dapat terlihat jelas
tentara yang dikatakan liar tersebut.
Mereka sangat dekat dengan helikopter
kepresidenan yang memang sedang
diparkir di depan Istana Merdeka,
tepatnya di luar pagar. Melihat
tentara liar ini, Bung Karno tampak
tenang. Sabur memperkirakan jumlah
tentara liar ini cukup banyak.
Tak
kurang dari satu batalyon. Mangil
menulis, fakta ini menujukkan bahwa
Bung Karno sama sekali tidak dalam
ketakutan ketika meninggalkan istana.
Bung Karno tetap tenang meski tentara
liar berada dalam jarak yang cukup
dekat dengan helikopter kepresidenan.
Bahkan, Bung Karno telah masuk dalam
jarak tembak. Selama menuju helikopter
ini, Mangil selalu berada di depan Bung
Karno dengan tujuan sebagai pagar
hidup. Siapa tahu ada yang mencoba
menembak Bung Karno.
Setelah beberapa lama terbang dengan
helikopter, Bung Karno dan rombongan
tiba di Istana Bogor.
Bung Karno terus
menuju kediamannya di paviliun istana.
Beberapa saat kemudian, terdengar
bunyi helikopter mendarat. Tampak
turun dari helikopter Wakil Perdana
Menteri (Waperdam) I Soebandrio dan
Waperdam III Chaerul Saleh. Keduanya
membawa ajudan masing-masing.
Keempat
orang tersebut langsung menuju
paviliun. Tetapi bukan paviliun Bung
Karno, melainkan paviliun tempat
Mangil dan beberapa anah buahnya
berjaga. Tak lama kemudian, tamu-tamu
ini oleh Sabur dipersilakan
beristirahat.
Tak terasa hari cepat merambat sore.
Sekitar pukul 15.00 WIB, terdengar lagi
bunyi helikopter mendarat. Dari
paviliun tempat Mangil berjaga,
terlihat tiga orang turun dari
helikopter. Ternyata, mereka adalah
Jenderal Basuki Rahmat, Jenderal M.
Jusuf, dam Pangdam V/Jaya Jenderal
Amirmachmud.
Ketiganya terus menuju
paviliun Mangil. Oleh Mangil, mereka
dipersilakan duduk. Ia lantas
menghubungi Sabur. Sesudah
berbincang-bincang dengan ketiga
jenderal tersebut, Sabur menuju
paviliun tempat Bung Karno
beristirahat. Beberapa saat kemudian,
Sabur datang dan mempersilakan ketiga
jenderal tersebut datang ke paviliun
Bung Karno.
Sekitar magrib, Sabur dengan tergesa-
gesa datang ke paviliun Mangil sambil
membawa kertas dan berkata kepada
staf ajudan presiden, meminta mesin
ketik dan kertas. ’’Gua mau bikin surat
perintah, nih…’’ Mangil mengaku tidak
memperhatikan apa yang diketik Sabur.
Mangil tetap saja duduk di kursi.
Sesudah selesai mengetik, dengan
langkah terburu-buru Sabur kembali ke
paviliun Bung Karno.
Kurang lebih pada pukul 20.00 WIB,
Basuki, Jusuf, dan Amirmachmud
meninggalkan paviliun Istana Bogor ke
Jakarta dengan naik mobil. Setelah itu,
tidak ada kegiatan lagi dan tidak ada
tamu untuk Bung Karno.
Keesokan harinya, pada 12 Maret 1966,
Mangil mendengar siaran radio, soal
adanya surat perintah dari Presiden
Soekarno kepada Menteri/Panglima
Angkatan Darat Letjen Soeharto. Surat
ini berisi tiga poin.
Pertama, menjamin keamanan dan
ketenangan serta kestabilan jalannya
pemerintahan dan revolusi.
Kedua, menjamin keselamatan pribadi
dan kewibawaan presiden RI. Terakhir,
melaksanakan dengan pasti segala
ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
Kelak, peristiwa ini dikenal dengan
nama surat perintah 11 Maret
(Supersemar). Selain bersejarah,
peristiwa ini mempunyai sisi lain. Ia
adalah kontroversi, sekaligus misteri.
Soalnya, sampai awal 1999, surat asli
Supersemar ini tak ditemukan.
Entah
siapa yang memegang surat aslinya.
Pemerintah mempunyai dua kopi surat
ini. Anehnya, dua kopi surat ini
berlainan. Yang pasti, surat ini
menandai pergantian kekuasaan dari
Bung Karno ke Soeharto.
Pasang Won9keluD WaP di android anda,agar kemudahan mendapat kan berita tentang aktifitas sekitar gunung Kelud di genggaman..
" - pasang sekarang gratis. " perangkat lunak funny photo menawarkan satu set lengkap lanjutan alat editing gambar secara gratis ber format sis dan java." - Dapatkan sekarang gratis
what a perfect day! I rlealy love Bali, and you have captured it and this wedding beautifully. That sunset light is to die for, and I love the jumping in the pool shots!
Uh, yeah, perhaps you shuold have told your sister I agree Winecoaster! I also agree Missoula, MT is one of the most gorgeous places on the planet but Penticton is good enough. At least you will be out of the toxic mould and daily near-death experiences in the LES.How's the song go..?? Fresh air! Nice hair! Darlin' I love ya but give me Park Avenue . Should be fun to watch you adapt to rural life and a 10-minute walk to the City. But I know you will love being back in the horsey life again, so good luck!
Hooray! This is such exciting news. We share a love of hsoers and a the rural life. In a past life I've been a horse owners, trainer, rider, driver and riding coach. During my earlier years I knew Penticton well. Now I will have a reason to visit one day and that's so cool.