- Buku tamu
- Download Youtube GRATIS
- Tentang situs
- Tentang kelud
- Shorten Url
- Download
- Profile Mau uang mengucur
dari internet?..Buruan daftar...
Lumayan buat tambah penghasilan..
Buruan daftar sekarang juga..
Situs ini di biayai oleh
Adsense Indonesia,mygama
SITI,situs ini bertujuan
untuk mempermudah mencari
kabar berita dan
aktifitas terbaru Gunung Kelud
Gunung kelud (sering disalahtuliskan menjadi Kelut yang berarti "sapu" dalam bahasa Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur ...read more
Posted in Won9keluD WaP by Admin on , 20 November 2012
Posted in Won9kelud Wap by Admin on 20 Maret 2015
Won9keluD WaP - Pada Sidang
istimewa tahun 1967, MPRS
memberhentikan jabatan
Presiden RI pertama Soekarno.
MPRS, melalui surat, juga
memerintahkan Bung Karno
untuk segera meninggalkan
Istana Bogor dalam waktu 2 x
24 jam. Bung Karno lantas
pindah ke Wisma Yaso.
Dalam buku 'Hari-hari
Terakhir Sukarno' karya Peter
Kasenda dan buku 'Kejayaan
Dan Saat-saat Terakhir Bung
Karno' karya Soewarto
mengisahkan kondisi
mengenaskan Bung Karno saat
tidak lagi menjabat sebagai
Presiden RI. Saat itu Bung
Karno yang tengah sakit parah
harus menjalani interogasi
Kopkamtib (Komando Pemulihan
dan Keamanan). Setelah sakit
Bung Karno semakin parah
barulah Soeharto
memerintahkan penghentian
interogasi. Namun, ini tak
lantas menandai siksaan
Soekarno berakhir.
Siksaan fisik dan psikis justru
semakin menjadi-jadi. Para
tentara yang ditugaskan
mengawal Soekarno sungguh
tidak memperlakukannya
secara layak.
Tak jarang
mereka membentak Soekarno
dengan kasar karena masalah-
masalah sepele.
Banyak rumor beredar di
masyarakat bahwa Bung Karno
hidup sengsara di Wisma Yaso.
Beberapa orang diketahui
nekat membebaskan Bung Karno.
Bahkan ada satu pasukan
khusus KKO (Korps Komando)
yang dikabarkan sempat
menembus penjagaan dan
berhasil masuk ke dalam kamar
Bung Karno. Tapi, Bung Karno
menolak mengikuti permintaan
mereka karena menganggap hal
itu akan memancing perang
saudara.
Dokter Mahar Mardjono yang
ikut merawat Soekarno kala itu
memberi kesaksian, obat-obat
yang diresepkannya tidak
pernah diberikan.
Obat-obat
tersebut hanya disembunyikan
di laci oleh dokter tentara
yang bertugas merawat Bung
Karno. Di Wisma Yaso ini kamar
Bung Karno tampak suram
karena tidak terawat. Yang ada
hanya sebuah termos dengan
gelas kotor.
Mohammad Hatta yang dilapori
kondisi Bung Karno lantas
menulis surat tertuju pada
Soeharto, mengecam cara
merawat Soekarno. Demi
mengingat sahabatnya, Hatta
duduk di beranda rumahnya
sambil menangis sesenggukan.
Kepada istrinya Rachmi, Hatta
lantas menyampaikan
keinginannnya untuk bertemu
dengan Soekarno.
“Kakak tidak mungkin ke sana,
Bung Karno sudah jadi tahanan
politik,” kata Rachmi.
Hatta
bersikeras meyakinkan
istrinya agar bisa menemui
Soekarno. Seraya menoleh pada
istrinya, Hatta berkata:
“Soekarno adalah orang
terpenting dalam pikiranku,
dia sahabatku, kami pernah
dibesarkan dalam suasana yang
sama agar negeri ini merdeka.
Bila memang ada perbedaan
diantara kita itu lumrah tapi
aku tak tahan mendengar
berita Soekarno disakiti
seperti ini.”
Keinginannya juga disampaikan
kepada Soeharto yang sudah
meminpin sebagai Presiden RI.
Dia menyampaikannya melalui
sebuah surat bernada tegas
yang langsung disetujui
Soeharto. Di Wisma Yaso Sukarno
dijenguk oleh dua sahabat
setianya, Bung Hatta dan Ali
Sadikin. Meski begitu, Sukarno
sangat tersiksa oleh
penyakitnya. Diceritakan
dalam dua buku itu bila
Sukarno sering berteriak-
teriak “Ya Allah, sakit. Ya
Allah, sakit sekali...!”
Tidak ada yang menolong
Sukarno. Tentara pengawal
hanya bisa diam, menerima
perintah komandan.
Sampai-
sampai ada seorang tentara
yang menangis mendengar
teriakan Bung Karno di depan
pintu kamar. Kepentingan
politik tak bisa membendung
rasa kemanusiaan, dan air
mata adalah bahasa paling
jelas dari rasa kemanusiaan
itu.
Hingga pada 16 Juni 1970
sampailah Sukarno pada titik
nadir pertahanannya. Bung
Karno jatuh koma. Lelaki yang
pernah begitu mempesona dan
digila-gilai wanita-wanita
cantik itu kini tak ubahnya
laiknya mayat hidup.
Di rumah sakit, Hatta menemui
Sukarno yang tergolek lemah.
Tak disangka ini menjadi
pertemuan terakhir kedua
sahabat itu. Dengan hati-hati
Hatta menghampiri sahabat
lamanya itu. Sukarno yang
semalam koma mendadak
tersadar oleh kehadiran Hatta.
“Bagaimana keadaanmu, No?"
kata Hatta sembari berusaha
menyembunyikan hatinya yang
hancur melihat kondisi
sahabatnya itu.
“Hou gaat het met
jou..?” (Bagaimana keadaanmu?).
Sukarno balik bertanya,
mengingatkan saat-saat
perjuangan mereka. Sambil
memaksakan diri untuk
tersenyum, Hatta meraih
tangan Sukarno.
Perlahan
Hatta mulai memijit Sukarno
dengan lembut. Nyaman dengan
sahabatnya, Sukarno meminta
Hatta untuk memasangkan kaca
matanya agar bisa melihat
sahabatnya dengan lebih jelas.
Sukarno yang dulu gagah dan
mempesona itu pun menangis
sesenggukan di hadapan
sahabat lamanya. Lelaki
perkasa itu menangis di depan
kawan seperjuangannya, bak
bayi kehilangan mainan.
Hatta yang berperangai dingin
dan tak terbiasa menunjukkan
perasaannya, kali ini tak kuat
membendung bulir air matanya.
Tak mampu lagi dia
mengendalikan perasaannya
dan ikut menangis, merasakan
penderitaan sahabatnya.
Saat itu tak ada lagi
perbedaan politik di antara
keduanya. Ini adalah
pertemuan dua anak manusia
yang berhasil melahirkan
bangsa ini. Kedua teman lama
yang sempat berpisah itu
diceritakan saling
berpegangan tangan, seolah
takut berpisah.
Hatta tahu, waktu yang
tersedia bagi orang yang
dikaguminya tidak akan lama.
Hatta juga tahu, betapa
siksaan tanpa pukulan yang
dialami sahabatnya sungguh
sangat kejam. Suatu hal yang
hanya bisa dilakukan oleh
manusia tanpa nurani.
“No…” Hanya itu yang bisa
terucap dari ucapan Hatta. Tak
mampu berucap lebih. Bibirnya
bergetar menahan kesedihan
sekaligus kecewa. Bahunya
terguncang.
Sejenak, mereka kembali
mengenang masa-masa muda
penuh perjuangan dan
pencapaian. Sehari setelah
pertemuan dengan Bung Hatta
kondisi Sukarno menjadi
semakin buruk. Matanya sudah
tak lagi mampu terbuka. Suhu
badannya terus meninggi.
Sukarno kini menggigil. Peluh
membasahi bantal dan
piyamanya. Malamnya Dewi
Sukarno dan puterinya yang
masih berusia tiga tahun,
Karina, hadir di rumah sakit.
Sukarno belum pernah sekali
pun melihat anaknya itu.
Minggu pagi 21 Juni 1970,
dokter Mardjono, salah seorang
anggota tim dokter
kepresidenan melakukan
pemeriksaan rutin. Dengan
sangat hati-hati dan penuh
hormat, dia memeriksa denyut
nadi Sukarno.
Dengan sisa kekuatan yang
masih ada, Sukarno
menggerakkan tangan
kanannya, memegang lengan
dokternya. dr. Mardjono
merasakan panas yang demikian
tinggi dari tangan yang amat
lemah itu. Tiba-tiba tangan
yang panas itu terkulai.
Situasi di sekitar ruangan
sangat sepi. Begitu hening dan
mencekam. Sukarno
menghembuskan nafasnya yang
terakhir.
Pasang Won9keluD WaP di android anda,agar kemudahan mendapat kan berita tentang aktifitas sekitar gunung Kelud di genggaman..
" - pasang sekarang gratis. " perangkat lunak funny photo menawarkan satu set lengkap lanjutan alat editing gambar secara gratis ber format sis dan java." - Dapatkan sekarang gratis