- Buku tamu
- Download Youtube GRATIS
- Tentang situs
- Tentang kelud
- Shorten Url
- Download
- Profile Mau uang mengucur
dari internet?..Buruan daftar...
Lumayan buat tambah penghasilan..
Buruan daftar sekarang juga..
Situs ini di biayai oleh
Adsense Indonesia,mygama
SITI,situs ini bertujuan
untuk mempermudah mencari
kabar berita dan
aktifitas terbaru Gunung Kelud
Gunung kelud (sering disalahtuliskan menjadi Kelut yang berarti "sapu" dalam bahasa Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur ...read more
Posted in Won9keluD WaP by Admin on , 20 November 2012
Posted in Won9kelud Wap by Admin on 20 Maret 2015
Kediri , ( Won9keluD WaP ) --
Seorang petani di lereng
Gunung Kelud sukses
mempelopori berdirinya
kampung organik di Desa
Babadan, Kecamatan
Ngancar, Kabupaten
Kediri. Dia juga
mengklaim tanaman
kacang tanahnya tak
memicu penyakit asam
urat meski dikonsumsi
setiap hari.
Meski berprofesi sebagai
petani, Sarianto, 53
tahun, lebih dikenal
sebagai guru di kalangan
petani di kampungnya.
Mereka banyak belajar
kepada Sarianto tentang
beragam persoalan
pertanian yang kerap
dihadapi para petani.
Mulai dari serangan
hama dan penyakit
hingga menyiasati
tingginya biaya
produksi. "Saran saya
satu, tinggalkan obat-
obatan kimia," katanya
kepada Tempo, Minggu 19
April 2015.
Kegigihan Sarianto
untuk menolak bahan
kimia di lahan pertanian
ini berawal dari
munculnya kesadaran
mengenai dampak negatif
obat bagi tanaman pada
2005 lalu. Celakanya,
bahaya ini sama sekali
tak diketahui para
petani di pegunungan
yang terbiasa disodori
produk pabrikan oleh
penjual obat dan toko
pertanian. Perilaku
inilah yang diyakini
turut menyumbang
munculnya beragam
penyakit bagi manusia
yang mengkonsumsi
tanaman tersebut.
Salah satu contoh adalah
kacang tanah. Bagi
pengidap asam urat dan
kolesterol, komoditas ini
dianggap musuh yang
harus dijauhi. Hal ini
didukung dengan teori
kedokteran yang
memasukkan kacang
tanah sebagai salah satu
jenis makanan yang tak
boleh disentuh bagi
penderita.
Namun teori tersebut tak
berlaku bagi Sarianto.
Di tengah usianya yang
tak lagi muda, Sarianto
justru tak pernah absen
menyantap kacang tanah.
Selain direbus dan
digoreng, kacang tanah
yang diperoleh dari
lahan di samping
rumahnya juga diolah
menjadi berbagai bahan
makan seperti sambal
pecel. Sehingga praktis
tak ada menu makanan
yang bebas kacang tanah
di rumahnya. "Sampai
saat ini asam urat dan
kolesterol saya normal,"
katanya tertawa.
Sarianto berkeyakinan,
munculnya berbagai
jenis penyakit yang
dipicu jenis makanan
tertentu tak lepas dari
pengaruh obat kimia
yang dikandungnya.
Kacang tanah yang dijual
bebas di pasaran dalam
berbagai olahan maupun
mentah kebanyakan
diolah menggunakan cara
non organik. Hal ini
yang pada akhirnya
memicu penyakit asam
urat dan kolesterol.
Penjelasan Sarianto ini
tak asal bunyi.
Keputusan meninggalkan
obat kimia yang dijalani
sejak 10 tahun terakhir
terbukti merubah
kualitas hidupnya dan
masyarakat Desa
Babadan. Sejak mengenal
bahaya obat kimia yang
disemprotkan kepada
tanaman kubis oleh
petugas penyuluh
pertanian, dia
memutuskan
meninggalkan obat-
obatan tersebut dan
beralih ke cara organik.
"Saat itu saya diajak ke
IPB (Institut Pertanian
Bogor) untuk melihat
demonstrasi tanaman
kubis yang disemprot
kimia, dan racunnya
baru hilang setelah
dibersihkan hingga satu
minggu," katanya.
Hal itu seiring dengan
pemandangan di desanya,
banyak petani yang
kerap sakit-sakitan dan
tak bisa ke sawah. Usut
punya usut, mereka
kerap memakan sayuran
seperti tomat secara
langsung di sawah saat
terik. Padahal tomat
tersebut baru beberapa
hari disemprot dengan
obat kimia.
Bagi petani yang mudah
terpengaruh perilaku
pasar, penggunaan obat
kimia memang
menggiurkan. Tanaman
ketimun yang disemprot
kimia memang lebih cepat
besar dan panen. Bahkan
usia panen ini bisa
dipercepat hingga satu
minggu. Namun jumlah
panennya hanya
berlangsung 12 kali
karena penurunan
kualitas tanah dan
tanaman. Kondisi ini jauh
berbeda dengan pupuk
organik yang bisa
dipanen hingga 32 kali
meski masa panennya
lebih lama. Demikian
pula jumlah panen
kacang tanah bisa
digenjot hingga 22 kali
menggunakan pupuk
organik dibandingkan
kimia yang hanya 12 kali
panen. "Biasanya petani
ingin cepat panen dan
dapat uang," kata
Sarianto.
Sarianto fasih
menjelaskan perbedaah
pupuk kimia dan organik
karena pengalamannya
menggunakan dan
memproduksi sendiri
obat-obatan kimia dari
bahan potas (racun ikan).
Kala itu dia sempat
meraup keuntungan
finansial besar karena
produktivitas yang
tinggi sesuai kebutuhan
pasar. Namun lama-
kelamaan kualitas
tanamannya menurun
drastis akibat kerusakan
tanah karena
penggunaan obat
berlebih. Sementara
biaya pembuatan pupuk
kimia juga terus meroket.
Jika dikalkulasi, biaya
pembelian pupuk kimia
untuk satu bidang
tanaman kacang tanah
mulai awal hingga panen
sebesar Rp 1,2 juta.
Sementara jika
menggunakan pupuk
organik hanya
membutuhkan dana Rp
600 ribu atau
separuhnya.
Kesadaran untuk
meninggalkan obat kimia
ini akhirnya direspon
petani di sekitarnya
setelah melihat kualitas
tanaman Sarianto yang
kembali membaik. Di
lahan miliknya seluas
750 meter persegi yang
mengelilingi rumah, dia
menanam berbagai jenis
tanaman sayur mulai
cabe, tomat, jagung, sawi,
kacang tanah, mangga
hingga jeruk.
Tepat di belakang rumah
terdapat mesin pengolah
pupuk yang mengaduk
daun-daun kering dan
kotoran ternak menjadi
pupuk kandang. Selain
dipergunakan sendiri,
pupuk tersebut juga
diperjualbelikan kepada
petani di sekitarnya
untuk mendukung cara
bertanam organik.
Sementara bahan pupuk
seperti kotoran ternak
didapat dari kandang
kambing miliknya dan
peternak lain.
Saat ini upaya
mengenalkan cara
bertanam organik ini
sudah diikuti lebih dari
60 kepala keluarga (KK)
dari 300 KK di desanya.
Beberapa petani
terutama yang berusia
remaja menjadi
bidikannya karena
memiliki cakrawala
berpikir terbuka. Di
luar mereka, secara rutin
salah satu sudut halaman
Sarianto yang disulap
menjadi ruang workshop
terbuka menerima
kunjungan petani dari
kampung tetangga yang
ingin belajar teknik
menanam organik. "Saya
sedang menanam lombok
dan sawi di rumah," kata
Yudi, salah satu petani
remaja dari Desa
Sugihwaras.
Banyaknya petani yang
menanam tanaman
organik di Desa Badan
ini memancing apresiasi
salah satu produsen
semen di Indonesia untuk
membuatkan gapura desa
bernama Kampung
Organik. Sayangnya
potensi ini justru
diabaikan pemerintah
daerah setempat.
"Kampung ini berdiri
atas upaya masyarakat
sendiri tanpa campur
tangan bupati," kata
Sarianto.
Dibantu istrinya,
Purwati, pasangan ini
gencar mengajak warga
untuk memanfaatkan
lahan kosong di sekitar
rumah dengan tanaman
organik. "Setidaknya
mengurangi uang belanja
suami," ujar Purwanti
yang kini sibuk
mengemas jahe merah
sebagai komoditas
komersil.
Pasang Won9keluD WaP di android anda,agar kemudahan mendapat kan berita tentang aktifitas sekitar gunung Kelud di genggaman..
" - pasang sekarang gratis. " perangkat lunak funny photo menawarkan satu set lengkap lanjutan alat editing gambar secara gratis ber format sis dan java." - Dapatkan sekarang gratis